Selasa, 09 Maret 2010

Eksternalitas, Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Teoritis

Eksternalitas, Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan
dalam Perspektif Teoritis


Oleh
Imam Mukhlis




Abstract


This research aims to explain the dimension of externality, economic growth and sustainable development. Teoritical perspectives have explained that there is correlation between that variables. Externality can cause decreasing of economic development, if there are not protection to environment. To achieve sustainable development on the economic development process, people must respect to environment condition and create the positif externality from their economic activity.


Keywords : Externality, Economic Growth, Sustainable Development and Endegenous Growth Model



Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang meliputi perubahan dalam struktur sosial, perubahan dalam sikap hidup masyarakat dan perubahan dalam kelembagaan. Selain itu, pembangunan juga meliputi perubahan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan pendapatan nasional, peningkatan kesehatan dan pendidikan serta pemberantasan kemiskinan. Dalam pembangunan tersebut terkandung suatu upaya yang terus menerus dilakukan oleh penduduk negara guna mencapai sasaran kesejahteraan yang dinginkannya baik dalam jangka pendek (short run) maupun dalam jangka panjang (long run). Dalam hal ini menurut Todaro (2000:17) pembangunan suatu negara dapat diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu meningkatkan ketersediaan dan distribusi kebutuhan pokok bagi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses baik kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial dalam kehidupannya
Dinamika perekonomian dunia dewasa ini ditandai oleh semakin tingginya volume aktifitas kegiatan ekonomi masyarakat. Adanya penambahan populasi, semakin tinggi permintaan input produksi dan tuntutan produk akhir yang ramah lingkungan merupakan ciri dalam perkembangan kegiatan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini liberalisasi dan globalisasi perekonomian dunia pada satu sisi dapat meningkatkan percepatan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, namun pada sisi lain juga dapat mengakibatkan tergerusnya kualitas lingkungan. Konsekuensi dari liberalisasi yang terjadi, berbagai kawasan di dunia mensiasatinya dengan membentuk integrasi ekonomi. Hal ini sebagai langkah antisipatif manakala liberalisasi terjadi secara mendunia, masing-masing negara di berbagai kawasan telah siap dengan berbgai konsekuensi yang akan terjadi. Dalam hal ini menurut Meier (1995:507) integrasi perekonomian kawasan akan menghasilkan tiga macam manfaat, yaitu ; menstimulir eksistensi dan ekspansi industri manufaktur dengan basis yang lebih regional, meningkatkan manfaat perdagangan dan menimbulkan persaingan yang semakin intensif sehingga dapat menaikkan tingkat efisiensi kawasan.
Implikasi penting dengan semakin meningkatkan volume kegiatan ekonomi masyarakat adalah semakin bertambahnya persoalan yang terkait dengan kelestarian alam dan lingkungan. Sebagaimana diketahui aspek alam dan lingkungan merupakan faktor penting dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Aktifitas ekonomi masyarakat yang berlebihan tersebut seringkali menimbulkan eksternalitas negatif yang dapat merugikan fihak/negara lain dalam konteks pembangunan regional. Persoalan muncul manakala efek negatif dari aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh individu tidak diantisipasi secara ekonomis besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh individu yang lain.
Sebagai contoh dalam kasus lingkungan tersebut adalah adanya kebakaran hutan di suatu negara akan memberikan dampak negatif terhadap kualitas lingkunga di negara yang berdekatan. Penduduk di negara tersebut akan merasakan dampak eksternal berupa udara yang kotor, suhu udara panas dan jarak pandang menjadi terbatas. Akibatnya secara akumulatif, kebakaran hutan yang terjadi di negara lain akan menyebabkan biaya eksternal (external cost) bagi penduduk negara lain. Biaya eksternal ini digunakan untuk mengatasi dampak-dampak negatif dari peristiwa kebakaran hutan tersebut.
Dimensi Teori Eksternalitas
Berbagai pendapat mengemukakan teorinya tentang pengertian eksternalitas. Pendapat oleh Rosen (1988) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi ketika aktivitas suatu satu kesatuan mempengaruhi kesejahteraan kesatuan yang lain yang terjadi diluar mekanisme pasar (non market mechanism). Tidak seperti pengaruh yang ditransmisikan melalui mekanisme harga pasar, eksternalitas dapat mempengaruhi efisiensi ekonomi. Dalam hal ini eksternalitas merupakan konsekuensi dari ktidakmampuan seseorang untuk membuat suatu property right.
Pendapat lain oleh Cullis dan Jones (1992) menyatakan bahwa eksternalitas terjadi ketika utilitas seorang individu tidak hanya bergantung pada barang dan jasa yang dikonsumsi oleh individu yang bersangkutan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas individu yang lain. Sehingga misalnya fungsi utilitas individu A dipengaruhi oleh jumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh individu A ( x1, x2, x3, ……xn), dan juga dipengaruhi oleh aktivitas individu B yakni y1, maka fungsi utilitas A menjadi ; UA = UA(x1, x2, x3, ….xn, Y1).
Hyman (1999) berkenaan dengan eksternalitas menyatakan bahwa eksternalits merupakan biaya atau manfaat dari transaksi pasar yang tidak direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas, maka fihak ketiga selain pembeli dan penjual suatu barang dipengaruhi oleh produksi dan konsumsinya. Biaya atau manfaat dari fihak ketiga tersebut tidak dipertimbangkan baik oleh pembeli maupun penjual suatu barang yang berproduksi atau yang menggunakan produk sehingga menghasilkan eksternalitas. Lebih jauh Hyman menyatakan bahwa harga pasar yang terjadi tidak secara akurat menggambarkan baik marginal social cost (MSC) maupun marginal socila benefit (MSB).
Meade (Corner dan Sandler, 1993) mengartikan eksternalitas ekonomi (disekonomi) sebagai suatu peristiwa yang memberi keuntungan cukup besar (memberikan kerugian cukup besar) pada beberapa orang/ orang yang tidak ikut secara penuh dalm pengambilan keputusan. Dalam pendapat Meade tersebut tidak secara spesifik mengenai kerangka institusi dalam kaitannya dengan interaksi sosial yang terjadi. Oleh karena itu Arrow (Corner dan Sandler, 1993) mengartikan eksternalitas dalam suatu kerangka institusi yang lebih khsus, yakni pasar kompetetif.
Fisher (1996) mengatakan bahwa eksternalitas terjadi bila satu aktivitas pelaku ekonomi (baik produksi maupun konsumsi) mempengaruhi kesejahteraan pelaku ekonomi lain dan peristiwa yang ada terjadi di luar mekanisme pasar. Sehingga ketika terjadi eksternalitas, maka private choices oleh konsumen dan produsen dalam private markets umumnya tidak menghasilkan sesuatu yang secara ekonomi efisien.
Berdasarkan pada pemahaman di atas dapat dijelaskan bahwa dalam perpektif teoritis, eksternalitas terjadi karena adanya perbedaan antara marginal social dan private cost suatu barang. Dalam kasus kerusakan lingkungan di atas menimbulkan negative externality karena tidak adanya unsur biaya tambahan dalam bentuk social cost yang masuk dalam komponen harga barang akhir. Oleh karena itu diperlukan governemnt intervention dalam bentuk penetapan pajak atau subsidi guna mengkoreksi dampak-dampak dari eksternalitas (Verhoef, 1999;Verhoef dan Nijkamp,2000).
Implikasi dari pengertian eksternalitas tersebut membawa dua implikasi penting, yakni : pertama, eksternalitas terjadi bila kegiatan seorang agent mempengaruhi kepuasan agent lain, tanpa merefleksikan efek pengaruh tersebut ke dalam price signal (Mishan,1971); dan kedua, necessary conditions untuk situasi social optimum (pareto optimality conditions) dilanggar (Mas-Colell, et al,1995). Adapun ciri – ciri dari eksternalitas secara eksplisit dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Eksternalitas dapat dihasilkan baik oleh produsen maupun oleh konsumen
b. Peristiwa yang terjadi di luar mekanisme harga pasar
c. Terdapat suatu hubungan timbal balik daalm aspek eksternalitas
d. Eksternalitas dapat bersifat positif maupun negatif
e. Peristiwa yang terjadi tidak ada hubungan antara satu fihak dengan fihak yang lain (interdepedency in action)
f. Peristiwa yang terjadi baik secara individu maupun kelembagaan.
Eksternalitas dalam kenyataannya memiliki dua macam bentuk, yakni eksternalitas negatif dan eksternalitas positif Eksternalitas negatif (biaya eksternal) adalah biaya terhadap fihak ketiga selain pembeli dan penjual pada suatu macam barang yang tidak direfleksikan dalam harga pasar. Ketika terjadi eksternalitas yang negatif, harga barang atau jasa tidak menggambarkan biaya sosial tambahan (marginal social cost) secara sempurna pada sumber daya yang dialokasikan dalam produksi. Baik pembeli maupun penjual barang tidak memperhatikan biaya- biaya ini pada fihak ketiga.
Sedangkan Eksternalitas positif adalah keuntungan terhadap fihak ketiga selain penjual atau pembeli barang atau jasa yang tidak direfleksikan dalam harga. Ketika terjadi eksternalitas positif, maka harga tidak sama dengan keuntungan sosial tambahan (marginal social benefit) dari barang dan jasa yang ada. Contoh dari eksternalitas positif ini adalah dengan adanya suntikan antibodi terhadap suatu penyakit, maka suntikan tersebut selain bermanfaat bagi orang yang bersangkutan juga bermanfaat bagi orang lain yakni tidak tertular penyakit.
Dari uraian mengenai eksternalitas di atas sebenarnya sudah dapat diketahui mengapa eksternalitas dapat menyebabkan inefisiensi/kegagalan pasar. Hal ini karena pada eksternalitas akan menimbulkan masalah yakni bila produsen maupun konsumen menyebabkan pengaruh eksternal (external effects), yakni bila aktivitas produsen maupun konsumen menyebabkan biaya atau manfaat pada orang lain (fihak ketiga). Masalah ini akan muncul karena biaya ataupun manfaat eksternal tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan oleh konsumen maupun produsen dalam aktivitasnya. Sehingga yang terjadi adalah baik konsumen maupun produsen dalam melakukan aktivitasnya akan bersikap underestimate. Bila pada eksternalitas positif, maka produsen maupun konsumen akan underestimate terhadap manfaat eksternal (external benefit) dari aktivitasnya, sehingga dimungkinkan produsen maupun konsumen tadi menghasilkan output dengan jumlah yang lebih sedikit dari kondisi output efisien. Padahal kalau output yang dihasilkan lebih banyak (tingkat efisien), maka orang lain akan dapat menikmatinya.
Sebaliknya bila terjadi eksternalitas negatif, maka produsen maupun konsumen akan bersikap underestimate terhadap biaya eksternal (external cost) dari aktivitasnya. Sehingga dimungkinkan produsen maupun konsumen menghasilkan output dengan kuantitas yang lebih besar dari kondisi output efisien. Padahal kalau output tersebut dihasilkan lebih sedikit (tingkat efisien), maka kerugian yang diderita orang lain dapat berkurang.
Berbagai upaya perlu dilakukan guna mengatasi masalah eksternalitas ini. Upaya-upaya pemerintah ini merupakan suatu usaha untuk menginternalisasikan eksternalitas, sehingga fihak ketiga dapat merasakan manfaat dari aktifitas pelaku ekonomi yang lain. Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan intervensi dan membuat suatu insentiv sehingga pilihan private bagi produsen maupun konsumen akan mencapai efisien. Bila terjadi biaya eksternal (external cost), maka pemerintah dapat mengenakan pajak sebesar biaya eksternal tambahan (marginal external cost=MEC) terhadap fihak yang menimbulkan eksternalitas (negative externality). Pajak ini akan mendorong baik bagi konsumen maupun produsen (fihak yang menimbulkan eksternalitas) untuk memasukkan biaya- biaya eksternal yang ada ke dalam suatu keputusan ekonomi. Dengan kata lain pelaku eksternalitas membayar sejumlah biaya sebesar biaya eksternal tambahan (MEC) per unit output yang terjual, sehingga Tx=MEC.
Upaya internalisasi eksternalitas dapat juga dilakukan dengan mengenakan subsidi. Pengenaan subsidi ini dapat dilakukan pemerintah ketika eksternalitas yang terjadi menimbulkan manfaat eksternal (external benefit=positive externality). Bila konsumen maupun produsen terlalu underestimate benefit dengan tidak mempertimbangkan manfaat tersebut pada orang lain, maka dengan subsidi akan dapat mengurangi private cost dan mendorong peningkatan dalam konsumsi pada tingkat yang efisien.
Bila sebab utama terjadinya eksternalitas adalah tidak adanya property right, maka cara mengatasi eksternalitas adalah dengan membuat suatu property right bagi fihak- fihak yang berkepentingan terhadap suatu sumber daya. Bila solusinya seperti ini maka tidak perlu lagi ada intervensi pemerintah (internalization of externality). Hal inilah yang dimaksud dengan Coase Theorema. Secara lebih rinci Coase Theorema ini menyatakan bahwa pemerintah dengan membuat suatu right untuk menggunakan suatu sumber daya, maka dapat menginternalisasikan eksternalitas ketika biaya transaksi adalah nol. Bila hal ini dicapai maka masing-masing fihak dalam aktivitas yang ada akan dapat melakukan pertukaran dengan bebas terhadap property right yang ada dengan pembayaran secara tunai, sehingga tingkat efisiensi dalam penggunaan sumber daya dapat dicapai.

Model Pertumbuhan Ekonomi Endogen
Teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988) merupakan awal kebangkitan dari pemahaman baru mengenai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Hal ini seiring dengan perkembangan dunia yang ditandai oleh perkembangan tehnologi modern yang digunakan dalam proses produksi. Sehingga permasalahan dalam pertumbuhan ekonomi tidak bisa dijelaskan secara baik oleh teori Neoklasik, seperti penjelasan mengenai decreasing return to capital, persaingan sempurna dan eksogenitas tehnologi dalam model pertumbuhan ekonomi.
Teori Pertumbuhan endogen merupakan suatu teori pertumbuhan yang menjelaskan bahwa pertumbuhan dalam jangka panjang ditentukan dari dalam model dari pada oleh beberapa varaibel pertumbuhan yang dianggap eksogen (Romer, 1994:3 ; Barro dan Martin,1999:38). Teori pertumbuhan endogen muncul sebagai kritik terhadap teori pertumbuhan Neoklasik mengenai diminishing marginal productivity of capital dan konvergenitas pendapatan di berbagai negara.
Romer (1986) mengembangkan model pertumbuhan endogen sebagai akibat dari adanya knowledge externality. Suatu perusahaan dapat lebih prdoduktif dai perusahaan lain karena perusahaan tersebut mempunyai rata-rata stock konowledge yang lebih tinggi dari pada perusahaan lainnya. Secara matematis model pertumbuhan Romer tersebut adalah :
yit=Akitα Kt1-α, 0< α<1
dimana k merupakan knowledge capital, K merupakan keuntungan dari rata-rata stock of knowledge capital dalam perekonomian dan y merupakan tingkat produksi output.
Berdasarkan model tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat output perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh faktor knowledge capital. Faktor produksi ini dalam implementasinya dapat berkembang menjadi faktor produksi perusahaan lain melalui mekanisme learning by doing atau spillovers. Secara agregat disinilah sebenarnya letak keterkaitan antar pertumbuhan ekonomi diberbagai negara. Selain itu pula dalam model tersebut, Romer juga ingin menunjukkan bahwa dibawah kondisi tertentu, constan return to economy –wide knowledge, dapat menyebabkan pertumbuhan secara endogen. Dampak ekternalnya adalah adanya kritik terhadap pertumbuhan jangka panjang dengan diminishing return to private knowledge capital.
Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan dapat disebut berkelanjutan apabila memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Konsep pembangunan berkelanjutan terus mengalami perubahan sejak diperkenalkan pada tahun 1970. Pada tahun tujuh puluhan konsep pembangunan berkelanjutan didominasi oleh dimensi ekonomi yang dipicu oleh adanya krisis minyak bumi pada tahun 1973 dan tahun 1979. Harga minyak dunia melambung tinggi yang mengakibatkan resesi di negara-negara maju khususnya di negara pengimpor minyak. Seiring dengan semakin normalnya pasokan minyak dunia, dimensi lingkungan mulai mendapat perhatian pada tahun delapan puluhan. Earth Summit di Rio de Jeneiro pada tahun 1992 merupakan titik tolak dipertimbangkannya dimensi sosial dalam pembangunan berkelanjutan (Teri, 2002). Salah satu hasil penting dalam konferensi ini adalah pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan (CSD-Commission on Sustainable Development). Komisi ini telah menghasilkan kesepakatan untuk mengimplementasikan konsep pembangunan berkelanjutan seperti tertuang dalam Agenda 21. Kesetaraan akses akan sumber daya bagi semua lapisan sosial dan memberantas kemiskinan juga menjadi agenda penting dalam konferensi ini.
Pembentukan komisi pembangunan berkelanjutan merupakan faktor penting dalam proses pembangunan suatu negara. terlebih bagi negara sedang berkembang, komisi tersebut diharapkan mampu memberikan bantuan baik secara konseptual maupun secara implementatif dalam proses pembangunannya. Tinjauan secara empiris menunjukkan bahwa kondisi sumber daya alam di negara sedang berkembang sangat melimpah. Akan tetapi karena pengelolaan terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang tidak diarahkan pada aspek sustainabilitas, maka kemanfaatannya terhadap pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat tidak optimal.
Secara konseptual pembangunan berkelanjutan (sustainable development) memiliki beberapa pengertian. Menurut Ahossane (2001) pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai ”meets the needs of the present without compromising the capacity to meet the needs of future generations”. Berdasarkan pada pengertian tersebut dalam pembangunan berkelanjutan terdapat beberapa komponen penting yang harus dipenuhi, yakni ;
a. Integrasi lingkungan dalam proses pembangunan ekonomi.
b. Pemerataan.
c. Distribusi terhadap pengaruh kekuatan dan ekonomi.
d. Berorientasi pada masa depan.
e. Kegiatan antisipasi harus tersedia lebih dulu dari pada kegiatan reaksi.
Lebih jauh Ahossane (2001) mengatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memiliki implikasi terhadap pengelolaan kegiatan ekonomi suatu negara. Hal ini secara aktual membutuhkan beberapa persyaratan, yakni ;
a. Meninjau kembali pengukuran terhadap pendapatan nasional riil yang hanya berdasarkan pada ukuran yang bersifat tradisional.
b. Mempertimbangkan terhadap nilai ekonomi dari aspek lingkungan yang berhubungan dengan barang dan jasa dalam menaksir proyek dan kebijakan.
c. Bahan-bahan perlengkapan terhadap skala harga kepuasan dari barang, jasa dan bahan-bahan produksi untuk dimasukkan dalam perhitungan biaya dan keuntungan.
d. Pemeliharaan terhadap nilai ekonomi dari ketersediaan modal global dan ketersediaan sumber daya alam global.
Menurut Goodland (1995) pengertian pembangunan berkelanjutan dapat dibedakan menjadi empat, yakni kelestarian lingkungan (environmental sustainability), keberlangsungan ekonomi (economic sustainability), kelestarian sosial (social sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) itu sendiri. Dalam hal ini pengertian pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari tiga aspek, yakni : kelestarian sosial, kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi.
Pengertian lain oleh Pezzi (Lange dan Wright, 2004) tentang pembangunan berkelanjutan mensyaratkan adanya kontinuitas dalam peningkatan pendapatan perkapita. Menurutnya makna berkelanjutan adalah bila pembangunan ekonomi suatu negara tidak menyebabkan penurunan dalam tingkat pendapatan perkapita setiap waktu. Secara umum menurut Brundtland Report (World Comission on Economic Development, 1987) pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat pada saat sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk mencukupi kebutuhannya, dengan berdasarkan pada prinsip pemerataan.
Sedangkan menurut Heal (1998) konsep keberlanjutan dalam proses pembangunan mengandung dua dimensi penting. Dua dimensi tersebut adalah dimensi waktu dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan (Fauzi,2004:231). Sedangkan menurut Pezzy (1992) aspek keberlanjutan dalam pembangunan memiliki pengertian statik dan pengertian dinamik. Keberlanjutan statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju tehnologi yang konstan. Sementara keberlanjutan dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya yang tidak terbarukan dengan laju tehnologi yang terus berubah.
Dalam pengertian pembangunan berkelanjutan terdapat pula beberapa aspek penting di dalamnya. Daly (1990) mencermati paling tidak terdapat tiga aspek penting tentang pengertian dari pembangunan berkelanjutan, yakni ;
a. Untuk sumber daya alam yang terbarukan, laju pemenuhan harus sama dengan laju generasi (produksi lestari).
b. Untuk masalah lingkungan, laju pembuangan (limbah) harus setara dengan kapasitas asimilasi lingkungan.
c. Sumber energi yang tidak terbarukan harus dieksploitasi secara quasi-sustainable, yakni harus mengurangi laju deplesi dengan cara menciptakan energi substitusi.
Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang konsep pembangunan berkelanjutan seperti di atas, menurut Ahossane (2001) secara ekologi pembangunan industri yang berkelanjutan (ecologically sustainable industrial development) merupakan kondisi utama dari konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut Ahossane kegiatan industri merupakan pendorong utama dari pembangunan ekonomi dan pada saat yang sama kegiatan industri menghasilkan kurang lebih sepertiga dari emisi gas rumah kaca dan bagian terpenting dari sampah yang berbahaya.
Konsep ekologi pembangunan industri yang berkelanjutan berdasarkan pada dua prinsip utama (Ahossane,2001), yakni :
a. Simpanan sumber daya.
b. Pengurangan terhadap emisi sumber daya.
Guna mencapai keadaan yang memungkinkan keberlanjutan, maka strategi World Commision on Environment and Development (WCED) secara garis besar memuat tiga aspek penting, yakni (Tjiptoherijanto, 2005) : aspek pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, aspek pembangunan sosial yang berkelanjutan dan aspek pengelolaan kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan. Dalam ketiga aspek tersebut, peran penduduk dalam pembangunan sangat penting. Penduduk dapat berperan baik sebagai subyek maupun obyek pembangunan. Peran penduduk tersebut secara diagramatis dapat dilihat pada gambar berikut :
Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan


Penduduk


Pembangunan sosial yang berkelanjutan
Pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan


Gambar
KERANGKA KONSEPTUAL PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN



Sumber : Tjipteherijanto (2005)
Pada gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa secara konseptual pembangunan berkelanjutan meliputi tiga aspek, yakni aspek pertumbuhan ekonomi, sosial dan aspek lingkungan hidup. Dalam ketiga aspek tersebut penduduk dapat berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menjaga kestabilan sosial dan melestarikan lingkungan hidup.
Selain itu pula pada gambar tersebut juga menjelaskan bahwa dalam kenyataannya pertumbuhan ekonomi suatu negara memiliki batas (limit to growth). Apabila batas dari pertumbuhan ekonomi tersebut terlampaui, maka yang akan terjadi adalah pemusnahan atas hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sebelumnya. Oleh karena itu untuk mencapai pembangunan berkelanjutan diperlukan pengelolaan sedemikian rupa agar keterkaitan antara penduduk, sumber daya, lingkungan dan pembangunan tercipta dalam keseimbangan yang dinamis (Tjiptoherijanto, 2005).
Peranan Kelestarian Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Proses pembangunan suatu negara pada akhirnya ditujukan untuk mencapai kesejahteraan hidup masyarakatnya. Pencapaian kesejahteraan hidup ini secara ekonomi dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ketersediaan kebutuhan barang dan jasa dalam kehidupan masyarakat dan terciptanya stabilitas perekonomian dalam negeri merupakan need necessary bagi proses pencapaian kesejahteraan hidup masyarakat.
Dalam implementasinya proses pembangunan suatu negara membutuhkan serangkaian faktor produksi yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa yang diinginkan. Barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut secara akumulatif dalam suatu periode waktu tertentu akan membentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Perkembangan PDB dari satu periode ke periode yang lain akan menunjukkan pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian dalam kenyataannya faktor sumber daya alam (natural resources) memegang peran penting dalam proses pembangunan suatu negara. Keberadaan sumber daya alam dengan berbagai bentuknya memberikan kontribusi yang sangat penting dalam menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan ketersediaan sumber daya alam dalam proses pembangunan, maka Bergh dan Nijkamp (1994) menguraikan secara rinci aliran sumber daya alam dalam perekonomian seperti pada Gambar 2.9 berikut :
Penggalian Sumber daya alam
dapat diperbarui
Penggalian Sumber daya alam
tidak dapat diperbarui
Suplai sumber daya alam

Produksi barang akhir
Produksi
sampah
Investasi barang-barang produksi
Konsumsi individu dan swasta
Modal
produktif
Pengelolaan
sampah



Penyimpanan sampah yang tidak terpakai
Pengolahan
sampah
Depresiasi modal
Pengolahan sumber daya
Sisa sampah


Gambar
Alur Sumber Daya alam dalam Perekonomian
Sumber : Bergh dan Nijkamp (1994)
Berdasarkan pada Gambar 2.10 tersebut dapat dijelaskan bahwa alur sumber daya alam dalam kegiatan ekonomi dapat dibagi menjadi 6 sektor, yakni kegiatan produksi barang akhir, kegiatan investasi barang, kegiatan pengelolaan sampah, kegiatan pengolahan kembali, penggalian sumber daya alam yang dapat diperbarui dan tidak dapat diperbarui. Baik sumber daya alam yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui pada dasarnya merupakan penyediaan bahan bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi yang lain. Guna menjamin adanya sustainable development, maka perlu diperhatikan dampak negatif dari kegiatan eksploitasi terhadap keberadaan sumber daya alam dalam pembangunan. Selain faktor adanya sisa sampah yang dihasilkan dari kegiatan penggunaan sumber daya yang ada, eksploitasi yang berlebihan justru dapat merusak keseimbangan alam dan lingkungan itu sendiri.
Berdasarkan pada gambar di atas juga dapat dijelaskan bahwa suplai terhadap sumber daya alam dapat bersumber dari sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Suplai sumber daya alam dalam proses pembangunan dapat digunakan baik sebagai modal pembangunan maupun sebagai bahan konsumsi individu dan swasta. Dalam kegiatan pembangunan yang berlangsung terdapat sampah yang merupakan sisa bahan dari kegiatan proses produksi dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung.
Guna menjaga kelestarian lingkungan hidup yang dapat menopang pembangunan dalam jangka panjang, dibutuhkan peran pemerintah. Peran pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam yang berpokok pada kelestarian lingkungan hidup mengandung tiga dimensi penting, yakni (Djoyohadikusumo, 1994:314-315) :
a. Meningkatkan efisiensi pada penggunaan sarana produksi yang mengurangi permintaan terhadap berbagai jenis sumber alam dalam proses produksi.
b. Mendorong dan memberi insentif terhadap penerapan tehnologi yang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
c. Melakukan investasi (tambahan) dalam hal pemeliharaan dan pengamanan sumber daya alam secara berkelanjutan.

Lebih jauh lagi dalam khazanah ilmu ekonomi, lingkungan digambarkan sebagai suatu composite assets yang menyediakan berbagai macam jasa. Sebagai suatu aset khusus, lingkungan menyediakan suatu sistem yang dapat menopang kehidupan umat manusia. Secara lebih khusus keberadaan lingkungan dapat menyediakan 2 hal bagi perekonomian, yakni raw materials dan energi. Raw materials dalam prosesnya dapat ditransformasikan menjadi barang-barang konsumen melalui proses produksi. Sedangkan energi dapat dijadikan sebagai bahan bakar bagi keperluan transformasi yang terjadi. Raw material dan energi pada akhirnya akan kembali lagi ke lingkungan dalam bentuk waste product. Secara diagramatis hubungan antara sistem ekonomi dan lingkungan dapat dilihat pada gambar berikut :
Lingkungan



Energi Perusahaan

Polusi Udara

Udara Sampah Padat
Output
Input


Perekonomian

Air
Rumah Tangga
(Barang dan Jasa)
Sampah Panas

Limbah
Amenities Polusi Air



Bahan Mentah

Gambar
Hubungan Antara Sistem Perekonomian dengan Lingkungan
Sumber : Tietenberg, (2003:17)
Pada gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa sistem perekonomian dalam menghasilkan barang dan jasa (output) sangat ditopang oleh keberadaan lingkungan. Keberadaan lingkungan dalam hal ini dapat dilihat dari perannya dalam menyediakan berbagai sumber daya seperti ; energi, air, udara dan amenities. Sumber daya yang dimaksud akan diproses oleh produsen. Proses produksi barang dan jasa oleh produsen dapat menyebabkan munculnya berbagai polusi sebagai sisa proses produksinya.

Kesimpulan
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) merupakan salah satu isu penting dalam proses pembangunan dewasa ini. Segenap faktor produksi (resources) yang dimiliki negara akan dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam pencapaian target pembangunannya. Dalam kondisi eksplorasi sumber daya tersebut peranan kelestarian alam dan lingkungan menjadi sangat penting. Tindakan ekonomi yang berlebihan justru akan menimbulkan eksternalitas negatif yang dapat merugikan pembangunan itu sendiri. Dalam konteks ini teori pertumbuhan ekonomi endogen (endegenous growth model) berusaha untuk menjelaskan arah dan tujuan pembangunan dengan mendasarkan pada kualitas dari sumber daya manusia (SDM). Dalam kaitannya dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan sudah semestinya kualitas SDM yang ada dapat diarahkan pada pemahaman lingkungan yang arif dan bijaksana sehingga sumber daya (natural resources) yang ada dapat terperlihara. Sebagai akhir dari diskusi ini perlu digarisbawahi lagi bahwa pengertian pembangunan berkelanjutan dapat dibedakan menjadi empat, yakni kelestarian lingkungan (environmental sustainability), keberlangsungan ekonomi (economic sustainability), kelestarian sosial (social sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) itu sendiri. Dalam hal ini pengertian pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari tiga aspek, yakni : kelestarian sosial, kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekonomi.

Daftar Pustaka

Ahossane, Kadio, 2001. Industrial Environment Dimension in the Process of Sustainable Development in Cote d’Ivoire, UNIDO Preparatory Activities for Rio+10, World Summit on Sustainable Development (WSSD), Oktober :1-33

Bergh, J.C.J.M Von Den dan P. Nijkamp., 1994.Dynamic Macro Modelling and Materials Balance :Economic Environmental Integration for Sustainable Development, Economic Modelling, Vol.11:283-307


Corners, Richard dan Todd Sandler, 1993.The Theory of Externalities, Public Goods, and Club Goods, Cambridge Universitas Press

Cullis, J.G. dan Jones, P.R, 1992.Public Finance and Public Choice : Analythical Perspectives, McGraw-Hill Book Company, New York

Daly, H.E.1990. Toward Some Operasional Principles of Sustainable Development, Ecological Economics,2(1):1-6)

Djoyohadikusumo, S, 1994.Perkembangan Pemikiran Ekonomi : Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Jakarta, LP3ES

Fauzi, Akhmad, 2004.Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan :Teori dan Aplikasi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Fisher, R.C, 1996.State and Local Public Finance, Irwin, New York

Goodland, R., 1995, The Concept of Environmental Sustainability, Annual Review of Ecological System, 26:1-24

Heal, G, 1998. Valuing the Future:Economic Theory and Sustainability, New York, Columbia University Press

Hyman, D.N, 1999.Public Finance : A Contemporary Application of Theory to Policy, sixth edition, The Drisden Press, New York

Klenow, Peter J, 2004.Externalities and Growth, dalam Phillipe Aghion dan Steven Durlauf, Handbook of Economic Growth, North Holland Press, Amsterdam

Lange, Glenn-Marie dan Matthew Wright., 2004.Sutainable Development in Mineral Economies :The Example of Botswana, Environment and Development Economic, Vol.9 (4), Agustus:485-505

Lucas, Robert.E, 1988.”On the Mechanics of Economic Development”,Journal of Monteray Economics, 12:3-42


Mas-Colell, A., Whinston M.D. dan J.R Green,1995.Microeconomic Theory,Oxford University Press,Oxford

Meier, Gerald M. 1995. Leading Issues in Economic Development, Sixth, Oxford University Press, Oxfrod.

Mishan,E.J,1971.”The Post-War Literaure on Externalities:An Interpretive Essay”, Journal of Economic Literature, 9:1-28

Pezzy, Johm.1992.Sustainability:An Interdisciplinary Guide, Environmental Values, 1(4) :321-362

Rivera-Batiz, Luis A dan Paul M Romer, 1991.”Economic Integration and Endogeneos Growth”, Quartely Journal of Economics Vol.CVI, May:530555

Romer, Paul M. 1986.”Increasing Return and Long Growth”, Journal of Political Economy, 94, Oktober : 1002-1037.

Rosen, H.S, 1988.Public Finance, second edition, Toppan Co.Ltd, Washington

Tietenberg, Tom,, 2003.Environmental and Natural Resources Economics. Sixth Edition, International Edition, New York, Addison Wesley

Tjiptoherijanto, Prijono, 2005.Pembangunan Berkelanjutan, Makalah disampaikan sebagai bahan awal dari FGD-ISE Bidang Pembangunan Berkelanjutan sebagai tanggapan terhadap arahan Presiden RI kepada ISEI, Jakarta, Mei :1-11

Todaro, Michael P., 2000. Economics Development, Seventh Edition, New York:Pearson Education Limited

Verhoef,E.T,1999.Externalities, dalam Jeroen C.J.M Van Den Bergh (ed), Handbook of Environmental Economics and Management,24:101-118

Verhoef,E.T dan P.Nijkamp,2000.”Spatial Dimensions of Environmental Policies for Transboundary Externalities;A Spatial Price Equilibrium Approach”, Environment and Planning, 32A:2033-2055.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar